Memahami Perbedaan Gaya Belajar Anak

Setiap anak itu unik. Tidak semua anak memproses suatu informasi dengan cara yang sama. Sebagai pendidik, pelatih dan orang tua, kita harus mengetahui bagaimana perbedaan gaya berfikir mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam gaya belajar yang berbeda. Adakalanya pendidik, pelatih maupun orang tua memaksakan kehendak untuk mengikuti gaya belajar mereka. Biasanya gaya berfikir diri sendiri akan mendominasi pendekatan yang digunakan saat mengajar. Sebagai pengajar, pelatih dan pendidik kita cenderung mengajar dengan cara yang sama seperti cara belajar yang kita sukai sendiri. Padahal dibalik gaya belajar individual anak ada satu manfaat yang besar dari balik kekuatan gaya belajar yang berbeda.

Umumnya para guru, pelatih dan orang tua diseluruh dunia masih mengalah pada kepercayaan-kepercayaan lama yang keliru mengenai belajar dan mengajar berikut ini

1.Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dengan duduk tegak di depan meja.
Penelitian telah membuktikan bahwa banyak manusia menghasilkan kinerja yang lebih baik di  lingkungan informal. Ketika seorang duduk di kursi yang keras, kira-kira 75 % persen berat badannya ditopang oleh tulang yang hanya sepuluhsentimeter persegi. Akibat tekanan tersebut pada jaringan pantat sering menyebabkan kelelahan, perasaan tidak nyaman dan kebutuhan sering mengubah-ngubah tempat duduk.Maka banyak sekolah modern di dunia yang juga menyediakan karpet dan lantai kelas mereka untuk tempat pembelajaran agar anak tidak jenuh dan penat untuk selalu duduk belajar dengan formal.
2.Cara belajar yang terbaik untuk siswa adalah dalam ruangan dengan pencahayaan yang  terang karena pencahayaan yang redup akan merusak mata mereka ketika membaca dan bekerja.
Penelitian membuktikan bahwa siswa menghasilkan kinerja yang lebih baikdalam ruangan berpencahayaan redup sedangkan pencahayaan yang terang membuat mereka gelisah, cemas dan mendorong anak menjadi hiperaktif. Pencahayaan redup memberikan ketenangan kepada banyak siswa dan membantu mereka untuk merasa lebih santai dan berfikiran jernih.
3.Siswa belajar lebih banyak dan lebih baik dalam lingkungan yang benar-benar sunyi.
Penelitian mengungkapkan banyak orang dewasa mampu berfikir dan mengingat paling baik ketika mendengarkan musik. Dan penelitian di negara maju menunjukan 40% siswa menengah lebih menyukai mendengarkan suara musik dan kebisingan saat belajar, mereka tidak dapat berkonsentrasi dalam keadaan sunyi. Namun selalu ada siswa dalam tiap-tiap kelompok membutuhkan suasana yang benar-benar sunyi. Lingkungan belajar dan pelatihan seharusnya melayani kedua kebutuhan ini.
4.Siswa lebih mudah mengenali subjek yang sulit pada awal pagi ketika mereka masih dalam kondisi paling waspada.
Hal ini tidak berlaku bagi semua pembelajar. Apabila siswa dibiarkan belajar pada waktu-waktu yang paling tepat bagi mereka, maka sikap, motivasi dan nilai matematika mereka akan membaik. Tidak semua anak dapat berkonsentrasi pada pagi hari dan itulah sebabnya para pembelajar sore dan para “tukang begadang” malam mendapat masalah belajar dalam tatanan pendidikan tradisional yang menjadwalkan subjek-subjek sulit pada jam-jam pagi hari
5.Siswa yang tidak bisa duduk tenang berarti belum siap belajar atau tidak bisa belajar dengan cara yang benar.
Biasanya siswa yang lebih banyak dari kalangan laki-laki membutuhkan mobilitas saat mereka belajar. Kebanyakan siswa yang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran cenderung belajar lebih banyak, dan memperhatikan lebih cermat dan meraih nilai tes lebih tinggi dibanding apabila mereka harus duduk diam dan mendengarkan saja.
6.Umumnya semakin bertambah usia semakin mudah mereka beradaptasi dengan gaya mengajar seorang guru.
Meskipun memang benar bahwa siswa dewasa membutuhkan motivasi yang lebih sedikit dari guru, juga struktur yang lebih sedikit, mereka tetap belajar dengan cara yang berbeda , memiliki kebutuhan dengan gaya berbeda. Sebagai mana siswa yang lebih muda usianya, merekapun mendapatkan kesulitan yang sama dalam menghadapi para guru dan pelatih dengan gaya mengajar yang tidak sama dengan gaya belajar mereka

Semua hal diatas adalah pemikiran keliru mengenai gaya belajar dan mengajar yang perlu dikoreksi lagi. Bagaimana solusinya? Yang pertama perlu dilakukan para guru, orang tua dan pelatih adalah :

  • Setiap orang tua dan pendidik seharusnya memiliki pengetahuan tentang gaya belajar yang berbeda .
  • Para pendidik harus siap mengimplementasikan metode pengajaran yang berpusat pada siswa dan sebisa mungkin memenuhi kebutuhan semua siswa.
  • Orang tua harus mengerti perbedaan gaya belajar pada anak-anak mereka sebaiknya mendukung kebutuhan belajar mereka yang sebenarnya dan menciptakan lingkungan belajar yang akrab dirumah. Serta tidak memaksakan kehendak untuk mengikuti gaya belajar mereka.

Leave a comment »

Ciri Anak Prasekolah atau TK

Ciri Anak Prasekolah atau TK

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial, dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma- norma kelompok, moral, dan tradisi. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat. Dalam proses perkembanganya ada ciri- ciri yang melekat dan menyertai anak- anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada TK. Ciri-ciri yang dikemukakan meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.

1) Ciri Fisik Anak Prasekolah Atau TK. Penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya. a) Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. b) Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak. c) Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya, mengikat tali sepatu. d) Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan pandangannya pada obyek-obyek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna. e) Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). Hendaknya berhati-hati bila anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan kepada anak-anak mengenai bahannya. f) walaupun anak lelaki lebih besar, anak perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas.

2) Ciri Sosial Ciri Anak Prasekolah atau TK   a) Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat dari jenis kelamin yang berbeda. b) Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti. c) Anak lebih mudah seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial: a) Tingkah laku unoccupied anak tidak bermain dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa melakukan kegiatan apapun. b) Bermain soliter anak bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada di dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara. c) Tingkah laku onlooker anak menghasilkan tingkah laku dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama. d) Bermain pararel anak-anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain, mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara tidak saling bergantung. e) Bermain asosiatif anak bermain dengan anak lain tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan caranya sendiri-sendiri. f) Bermain Kooperatif anak bermain dalam kelompok di mana ada organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau perang-perangan.

3) Ciri Emosional Pada Anak Prasekolah atau TK. a) Anak TK cenderung mngekspreseikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut. b) Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali memperebutkan perhatian guru.

4) Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK a) Anak prasekolah umumnya terampil dalam berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya, sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih untuk menjadi pendengar yang baik. b) Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut: a) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak. b) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak. c) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal. c) Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk melakukan berbagai kegiatan secara mandiri. e) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan ketrampilan dalam berbagai tingkah laku. f) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh lingkungannya. g) Kagumilah apa yang dilakukan anak. h) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.

Leave a comment »

PERMASALAHAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK

A. Definisi anak bermasalah
Anak bermasalah usia TK 4-6 tahun yang memiliki perilaku non normatif (perilaku) dilihat dari tingkat perkembangannya, atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri baik pada waktu belajar (konsentrasi) maupun dalam aktivitas bermain di sekolah atau di rumah (sosial). /p>
Untuk mengetahui apakah anak bermasalah atau tidak, pendidik (orang tua, guru, orang dewasa disekitar anak) perlu memahami tahapan perkembangan anak dalam segala aspek. Pemahaman tersebut dapat membantu menganalisis dan mengelompokkan anak pada kategori bermasalah atau tidak.
B. Karakteristik anak TK
1. Perkembangan motorik
Berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang terkoordinasi. Perkembangan motorik terbagi dua yaitu motorik halus dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti ; berjalan, melompat, berlari, melempar dan menaiki. Motorik halus berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti ; menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain sebagainya.
Ciri khas perkembangan motorik anak TK adalah :

  • memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks, yaitu mampu mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang. Keterampilan koordinasi motorik kasar terbagi atas tiga kelompok yaitu keterampilan lokomotorik (berlari, melompat, menderap, meluncur, berguling, berhenti, berjalan setelah berhenti sejenak, menjatuhkan diri, dan mengelak), keterampilan nonlokomotorik (menggerakan anggota tubuh dengan posisi tubuh diam ditempat, berayun, berbelok, mengangkat, bergoyang, merentang, memeluk, melengkung, memutar dan mendorong), dan keterampilan memproyeksi, menangkap dan menerima (dapat dilihat pada waktu anak menangkap bola, menggiring bola, melempar bola, menendang bola, melambungkan bola, memukul dan menarik).
  • Anak memiliki motivasi instrinsik sehingga tidak mau berhenti melakukan aktivitas fisik baik yang melibatkan gerakan motorik halus maupun motorik kasar.

2. Perkembangan kognitif
Berarti proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berpikir, berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf.
Ciri khas perkembangan kognitif anak TK adalah :

  • Anak sudah mampu menggambarkan objek yang secara fisik tidak hadir, seperti anak mampu menyusun balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menggambar, dll.
  • Anak tidak mampu memahami prespektif atau cara berpikir orang lain (egosentris), seperti ketika menggambar anak menunjukkan gambar ikan dari sudut pengamatannya.
  • Anak belum mampu berpikir kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian, seperti anak tidak mampu menjawab alasan mengapa menyusun balok seperti ini dll.

3. Perkembangan bahasa
Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya yang memiliki aturan sendiri.
Ciri khas perkembangan bahasa anak TK adalah

  • Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak. Anak dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
  • Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang membedakan kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi yang didengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis (tata bahasa, misal saya memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”) bahasa yang digunakan.
  • Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut.
  • Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.
  • Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut; warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak, permukaan (kasar-halus)
  • Mampu menjadi pendengar yang baik.
  • Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.
  • Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan berpuisi.

4. Perkembangan psikososial
Merupakan perkembangan yang membahas tentang perkembangan kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan dengan emosi, motivasi dan perkembangan kepribadian.
Ciri khas perkembangan psikososial anak TK adalah

  • Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri.
  • Sudah dapat merasakan kelucuan (misalnya, ikut tertawa ketika orang dewasa tertawa atau ada hal-hal yang lucu).
  • Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini akan berlangsung sampai usia 5 tahun.
  • Keinginan untuk berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut untuk melakukannya.
  • Perasaan humor berkembang lebih lanjut.
  • Sudah dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah.
  • Sudah dapat menengkan diri
  • Pada usia 6 tahun anak akan menjadi sangat asertif, sering berperilaku seperti boss (atasan), medominasi situasi, akan tetapi dapat menerima nasihat.
  • Sering bertengkar tetapi cepat berbaikan kembali.
  • Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah.
  • Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan sudah dapat menerima peraturan dan disiplin.

C. Batasan-batasan bermasalah
Anak bermasalah di TK dapat dilihat dari :

  • Frekuensi perilaku menyimpang yang tampak, maksudnya seberapa banyak tingkah laku yang menimbulkan masalah muncul, misalnya anak ngambek setiap hari , malah beberapa kali dalam sehari maka hal itu pertanda anak bermasalah.
  • Intensitas perilaku maksudnya tingkat kedalaman perilaku anak yang bermasalah, misalnya, rentang perhatian anak untuk konsentrasi sangat pendek, anak mudah beralih perhatiannya baik dalam belajar atau bermain.
  • Usia anak yaitu tingkah laku anak yang mencolok yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak seusianya.
  • Ukuran norma budaya, maksudnya, anak dikatakan bermasalah sangat bergantung pada ukuran budaya setempat.

Apakah anak TK yang terlambat perkembangannya sama artinya dengan anak yang bermasalah? Jawabannya ya dan tidak
Ya, jika anak yang terlambat dalam perkembangan tersebut sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan rumah.
Tidak, jika anak berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya (anak berkembang dengan iramanya masing-masing).
Untuk tahu apakah anak tersebut bermasalah maka pendidik harus memperhatikan kekhasan perilaku anak. Berikut ini pertanyaan yang dapat mengidentifikasi apakah anak tersebut bermasalah atau tidak.

  • Apakah frekuensi tingkah laku yang menyimpang tersebut terlihat setiap waktu?
  • Apakah perilaku tersebut mengganggu aktivitas anak baik dalam belajar maupun bermain?
  • Jika tingkah laku tersebut tidak diatasi dengan segera apakah akan menimbulkan masalah dalam perkembangan anak secara menyeluruh?

Jika semua pertanyaan tersebut dijawab ”ya”
maka besar kemungkinan anak tersebut bermasalah.
D. Respon guru TK dalam menghadapi anak TK yang bermasalah

  • Menghadapi emosi-emosi negatif anak, dan saat emosi negatif anak muncul sebaiknya guru menciptakan hubungan yang akrab
  • Sabar menghadapi anak yang sedih, marah, atau ketakutan, dan tidak menjadi marah jika menghadapi emosi anak.
  • Sadar dan menghargai emosi-emosinya sendiri.
  • Melihat emosi negatif sebagai arena yang penting dalam mengasuh anak.
  • Peka terhadap keadaan emosi anak, walaupun ungkapan emosinya tidak terlalu kelihatan.
  • Tidak bingung atau cemas menghadapi ungkapan-ungkapan emosional anak.
  • Tidak menanggapi lucu atau meremehkan perasaan negatif anak.
  • Tidak memerintahkan apa yang harus dirasakan oleh anak.
  • Tidak merasa bahwa guru harus membereskan semua masalah bagi anak.
  • Menggunakan saat-saat emosional sebagai saat untuk mendengarkan anak, berempati dengan kata-kata yang menyejukkan, menolong anak memberi nama emosi yang sedang dirasakan, menentukan batas-batas dan mengajarkan ungkapan emosi yang dapat diterima, dan mengajarkan anak untuk terampil dalam menyelesaikan masalah.

E. Masalah anak TK
a. Penakut
Setiap anak memiliki rasa takut, namun jika berlebihan dan tidak wajar maka perlu diperhatikan. Rasa takut anak TK biasanya terhadap hewan, serangga, gelap, dokter atau dokter gigi, ketinggian, monster, lamunan, sekolah, angin topan, dll.
Rasa takut yang berlebihan terlihat dalam gejala-gejala seperti berikut :

  • Gejala psikis, seperti ; gangguan makan, tidur, perut, sulit bernafas, dan sakit kepala.
  • Gejala emosional, seperti ; rasa takut, sensitif, rendah diri, ketidakberdayaan, bingung, putus asa, marah, sedih, bersalah.
  • Gejala tingkah laku seperti : gangguan tidur, mengisolasi diri, prestasi kurang di sekolah, agresi, mudah tersinggung, menghindari pergi keluar, ketergantungan pada suatu benda, dan terus berada di kamar orang tua.

Penyebab anak memiliki rasa takut :

  • Intelegensi (anak-anak yang tingkat intelegensi tinggi cenderung punya rasa takut yang sama dengan anak yang berusia lebih tua, demikian pula sebaliknya).
  • Jenis kelamin (anak perempuan lebih takut dibanding laki-laki karena lingkungan sosial lebih menerima rasa takut perempuan).
  • Keadaan fisik (anak cenderung takut bila dalam keadaan lelah, lapar atau kurang sehat).
  • Urutan kelahiran (anak sulung cenderung lebih takut karena perlindungan yang berlebihan).
  • Kepribadian anak (anak yang kurang memperoleh rasa aman cenderung lebih penakut).
  • Adanya contoh yang dilihat anak, seperti ; tontonan TV, atau ibu yang takut.
  • Trauma yang dialami anak-anak, seperti ; tabrakan mobil, angina topan, bencana alam, dll.
  • pola asuh orang tua yang menghidupkan rasa takut anak seperti ; paksaan, hukuman, ejekan, ketidakperdulian, dan pelindungan diluar batas.

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik

  • Mendengarkan cerita anak
  • Lindungi dan hibur anak
  • Ajari kenyataan
  • Memberi hadiah
  • Memberi contoh teladan (guru sebagai model)
  • Coping model (adalah salah satu cara seseorang menghadapi rasa takut namun ia harus melewati rasa takut itu. Salah satu cara dengan bicara pada diri sendiri).
  • Mendongeng
  • Melakukan aktivitas penuh tantangan
  • Memanfaatkan imajinasi anak untuk menumbuhkan keberanian
  • Menggambar

b. Agresif
Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan. Perilaku tersebut cenderung melukai anak lain seperti menggigit, mencakar, atau memukul. Bertambahnya usia diekspresikan dengan mencela, mencaci dan memaki.
Gejala anak yang agresif :

  1. Sering mendorong, memukul, atau berkelahi.
  2. Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu permainan yang dilakukan teman-teman.
  3. Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok, berbicara kotor dengan teman.
  4. Tingkah laku mengganggu muncul karena ingin menunjukkan kekuatan kelompok. Biasanya melanggar aturan atau norma yang berlaku di sekolah seperti; berkelahi, merusak alat permainan milik teman, mengganggu anak lain.

Penyebab anak agresif

  1. Pola asuh yang keliru (melakukan kekerasan terhadap anak, otoriter terhadap anak dan terlalu protektif, terlalu memanjakan anak (orang tua selalu mengijinkan atau membenarkan permintaan anak)
  2. Reaksi emosi terhadap frustasi (banyaknya larangan yang dibuat guru atau orang tua (kecemasan yang berlebihan), sementara anak melakukan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhannya).
  3. 3. Tingkah laku agresif sebelumnya (tingkah laku agresif yang pernah dilakukan anak mendapat penguatan dari keluarga atau guru).

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik :

  1. Bermain peran
  2. Belajar mengenal perasaan
  3. Belajar berteman melalui permainan beregu
  4. Beri penguatan jika anak berperilaku tepat dengan temannya
  5. Perbanyak kegiatan yang menggunakan gerakan motorik

c. Pemalu
Pemalu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan, yang timbul pada seseorang, akibatnya adanya penilaian negatif terhadap dirinya.
Ciri anak pemalu adalah :

  • Kurang berani bicara dengan guru atau orang dewasa
  • Tidak mampu menatap mata orang lain ketika berbicara
  • Tidak bersedia untuk berdiri di depan kelas
  • Enggan bergabung dengan anak-anak lain
  • Lebih senang bermain sendiri
  • Tidak berani tampil dalam permainan
  • Membatasi diri dalam pergaulan
  • Anak tidak banyak bicara
  • Anak kurang terbuka

Penyebab anak pemalu

  1. Keadaan fisik
  2. Kesulitan dalam bicara
  3. Kurang terampil berteman
  4. Harapan orang tua yang terlalu tinggi
  5. Pola asuh yang mencela

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik :

  1. Melibatkan anak pada kegiatan yang menyenangka
  2. Belajar bergabung melalui permainan
  3. Mengajar cara mulai berteman
  4. Dorong anak berpartisipasi dalam kelompok

Leave a comment »

ORIENTASI MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Pola Orientasi Moral Anak Taman Kanak-kanak

Pada usia Taman Kanak-kanak anak telah memiliki pola moral yang harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya. Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang didasari oleh cognitive motivation aspects dan affective motivation aspects.

Menurut John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase, yaitu premoral, conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak secara teori berada pada fase pertama dan kedua. Oleh sebab itu, guru diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan perkembangan moral tersebut. Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia dalam perkembangan moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous.

Seorang guru Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena pada tahapan ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta pembiasaan yang terus-menerus.

Moralitas anak Taman Kanak-kanak dan perkembangannya dalam tatanan kehidupan dunia mereka dapat dilihat dari sikap dan cara berhubungan dengan orang lain (sosialisasi), cara berpakaian dan berpenampilan, serta sikap dan kebiasaan makan. Demikian pula, sikap dan perilaku anak dapat memperlancar hubungannya dengan orang lain.

Penanaman moral kepada anak usia Taman Kanak-kanak dapat dilakukan dengan berbagai cara dan lebih disarankan untuk menggunakan pendekatan yang bersifat individual, persuasif, demokratis, keteladanan, informal, dan agamis.

Beberapa program yang dapat diterapkan di Taman Kanak-kanak dalam rangka menanamkan dan mengembangkan perilaku moral anak di antaranya dengan bercerita, bermain peran, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan program pembiasaan lainnya.


Pengembangan Kemampuan Kepribadian/Moral bagi Anak Taman Kanak-kanak

Perkembangan moral dan etika pada diri anak Taman Kanak-kanak dapat diarahkan pada pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya, mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan tanggung jawabnya.

Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak Taman Kanak-kanak adalah adanya keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan perbedaan-perbedaan dalam kehidupan teman disekitarnya.

Hal yang bersifat substansial tentang pengembangan moral anak usia Taman Kanak-kanak di antaranya adalah pembentukan karakter, kepribadian, dan perkembangan sosialnya. Guru Taman Kanak-kanak harus menguasai strategi pengembangan emosional, sosial, moral dan agama bagi anak Taman Kanak-kanak. Juga, guru Taman Kanak-kanak perlu untuk senantiasa mengadakan penelitian tentang pengembangan dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi anak usia prasekolah.

TAHAP PERKEMBANGAN MORAL ANAK TAMAN KANAK-KANAK

Tahapan Perkembangan Moral Anak Taman Kanak-kanak

Ruang lingkup tahapan/pola perkembangan moral anak di antaranya adalah tahapan kejiwaan manusia dalam menginternalisasikan nilai moral kepada dirinya sendiri, mempersonalisasikan dan mengembangkannya dalam pembentukan pribadi yang mempunyai prinsip, serta dalam mematuhi, melaksanakan/ menentukan pilihan, menyikapi/menilai, atau melakukan tindakan nilai moral

Menurut Piaget anak berpikir tentang moralitas dalam 2 cara/tahap, yaitu cara heteronomous (usia 4-7 tahun ), di mana anak menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia (lingkungan) yang tidak berubah dan lepas dari kendali manusia dan cara autonomous (usia 10 tahun keatas) di mana anak sudah menyadari bahwa aturan-aturan dan hukum itu diciptakan oleh manusia.

Menurut Kohlberg, perkembangan moral anak usia prasekolah berada pada level/tingkatan yang paling dasar, yaitu penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral. Pertimbangan moralnya didasarkan pada akibat-akibat yang bersifat fisik dan hedonistik.

Ada 4 area perkembangan yang perlu ditingkatkan dalam kegiatan pengembangan atau pendidikan usia prasekolah, yaitu perkembangan fisik, sosial emosional, kognitif dan bahasa.


Perkembangan Moral Anak Indonesia

Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak di dunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi, dan harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri.

Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru Taman Kanak-kanak agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan multikultur kepada anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

Leave a comment »

Kebutuhan Anak TK

Apa pun latar belakang mereka, semua anak mempunyai kebutuhan yang serupa. Kebutuhan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

  • kebutuhan untuk merasa percaya, aman dan mampu
  • kebutuhan untuk tahu, memaknai dan akhirnya memecahkan masalah, walaupun secara sederhana
  • kebutuhan untuk menjadi kreatif
  • kebutuhan untuk mengembangkan koordinasi fisik
  • kebutuhan untuk berbagi pengalaman dengan orang lain, baik sesama anak-anak maupun orang dewasa.

Anak-anak perlu merasakan percaya, aman dan mampu.

Anak-anak perlu mengembangkan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain. Jika mereka merasa aman dalam suatu lingkungan yang nyaman dan mendukung, mereka akan berani untuk menjadi dirinya sendiri, untuk mencari tahu mereka bisa menjadi seperti apa, untuk membuat kesalahan dan belajar untuk menerima konsekuensi tanpa harus mengalami penghancuran rasa percaya mereka terhadap diri sendiri maupun dunia luar. Mereka akan belajar menyesuaikan diri dengan situasi baru dan berbagi ide sambil mempertahankan individualitas mereka. Dengan cara ini, mereka membangun rasa kompetensi (dapat menyelesaikan sesuatu secara mandiri).

Anak-anak perlu merasa bebas dari rasa bersalah dan ketidakpastian, dan bebas untuk tumbuh dan berkembang dengan langkah mereka sendiri. Mereka perlu merasa yakin bahwa seseorang peduli tentang mereka dan bahwa mereka dapat belajar. Mereka perlu merasa diterima dan dikukuhkan keberadaannya sebagai anggota kelompok.

Guru harus merencanakan suatu lingkungan di mana anak-anak dapat mencoba ide-ide maupun keterampilan baru, dan menerapkan apa yang telah mereka pelajari. Mereka harus menerima dan menghargai setiap anak karena sangatlah penting bagi tiap anak untuk dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kecepatan maupun kemampuan dirinya sendiri di tempat yang aman, lingkungan yang mendukung di mana anak merasa beberapa kepemilikan dan pemberdayaan.

Anak-anak memiliki kebutuhan untuk tahu, memaknai, dan untuk memecahkan masalah.

Anak-anak perlu bermain dan mengeksplorasi karena ini adalah cara mereka datang untuk mengetahui dan memahami dunia. Mereka perlu memiliki kesempatan untuk menggambarkan apa yang mereka lihat dan lakukan, memecahkan masalah dan mengevaluasi apa yang mereka lihat dan dengar. Mereka perlu untuk bereksperimen, mengeksplorasi dan memanipulasi bahan. Mereka perlu menjadi pengamat yang teliti, merefleksikan pengamatan mereka, dan diberi tantangan mengenai sesuatu di luar pengamatan mereka dalam rangka untuk mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dalam proses yang memungkinkan anak dapat belajar secara mandiri.

Anak-anak perlu belajar kepekaan dan responsif terhadap lingkungan. Mereka perlu menjadi fleksibel sehingga mereka dapat menerima tantangan dan perubahan tanpa menjadi frustrasi oleh keraguan, kegagalan dan ketidakpastian dalam dunia yang berubah. Mereka perlu untuk bisa merencanakan dan mengantisipasi konsekuensi.

Guru harus menyediakan berbagai dan berbagai sumber daya. Mereka harus merancang jadwal dengan memperhatikan rentang waktu yang memungkinkan adanya eksplorasi dan eksperimentasi, serta mendukung adanya pilihan individu dalam berbagai macam kegiatan, bahan atau peralatan. Pilihan sama dengan kesempatan untuk menetapkan tujuan jangka pendek mendorong siswa untuk mengembangkan keterampilan perencanaan. Menilai hasil dari tujuan-tujuan tersebut membuat siswa berlatih dalam mengantisipasi konsekuensi.

Anak-anak perlu kreatif.

Untuk menjadi kreatif, anak-anak perlu menyimpan persepsi mereka tentang dunia di sekitar mereka dalam bentuk gambar. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan emosional mereka dengan berpartisipasi dalam permainan drama, berbagi cerita dengan anak-anak lain, menikmati musik dan bekerja dengan bahan-bahan seni. Mereka membutuhkan orang untuk mendengarkan mereka dan menanggapi apa yang mereka katakan. Mereka perlu mengembangkan kemampuan untuk menjelaskan segala sesuatu kepada orang lain dan untuk mengekspresikan ide-ide mereka.

Guru harus memastikan bahwa benda-benda habis pakai (kertas, spidol, pensil, dll) tersedia di dalam kelas, adanya rentang waktu yang  memungkinkan anak-anak untuk menyelesaikan ciptaan, memberikan kesempatan bagi siswa untuk menampilkan karyanya di dalam kelompok,  dan mendorong anak-anak untuk berinteraksi dengan orang lain baik di dalam maupun di luar kelas.

Anak-anak perlu mengembangkan koordinasi fisik.

Koordinasi fisik dikembangkan melalui aktivitas fisik, mengeksplorasi ruang dan penanganan benda. Anak-anak perlu menyadari tubuh mereka dan mencapai rasa penguasaan dan kontrol atas gerakan-gerakan tubuh mereka. Perlu diingat bahwa kesadaran diri anak-anak terkait erat dengan perasaan mereka tentang tubuh mereka dan penerimaan mereka terhadap karakteristik fisik mereka. Mereka mencapai hal ini melalui kegiatan-kegiatan motorik kasar seperti berlari, melompat, dan melempar, dan melalui kegiatan-kegiatan motorik halus seperti menggunting, menggambar dan merangkai manik-manik.

Guru dapat memenuhi kebutuhan tersebut melalui kegiatan perencanaan yang mengajarkan keterampilan fisik. Mereka harus secara aktif melibatkan anak-anak di aula, di luar dan di dalam kelas, dan memilih alternatif kegiatan fisik rutin agar kegiatan dapat ber-variasi.

Anak-anak perlu untuk berbagi pengalaman dengan anak-anak dan orang dewasa.

Anak-anak perlu merasa bahwa mereka adalah bagian dari suatu komunitas. Mereka harus berbicara dan mendengarkan anak-anak lain dan untuk orang dewasa. Mereka membutuhkan kesempatan untuk menonton orang lain dan meniru apa yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan kesempatan untuk menguji berbagai cara berinteraksi dengan orang lain dan melihat akibat dari tindakan mereka. Anak-anak perlu mengetahui bahwa orang lain tidak selalu berpikir dengan cara yang sama mereka lakukan, atau melihat sesuatu dari perspektif yang sama. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mencoba peran orang lain dan belajar untuk bergantian dan peralatan dan kegiatan berbagi dengan orang lain.

Guru harus memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk bermain / berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa. Mereka harus menyediakan beberapa pusat yang mendorong permainan peran dan pengembangan keterampilan sosial. Guru dapat melihat kebutuhan untuk model keterampilan sosial seperti bagaimana untuk memasukkan kelompok atau bagaimana berinteraksi di sebuah pesta. Banyak anak-anak mungkin tidak memperoleh keterampilan semacam itu sebelum TK.

Leave a comment »

[Cinta Dongeng, Cinta Baca] Mengembangkan Imajinasi Anak Melalui Dongeng

Masih teringat jelas dalam ingatan dongeng yang selalu diceritakan kepada saya waktu kecil, yaitu dongeng “Kancil Nyolong Timun” . waktu itu saya dengan penuh imajinasi membayangkan keadaan alam, bentuk binatang Kancil, dan petani yang jengkel karena buah mentimunnya dicuri si Kancil yang cerdik.

Saat ini, jarang sekali saya mendengar anak kecil—sehabis didongengkan orangtuanya—bercerita tentang Kancil Nyolong Timun atau dongeng-dongeng lainnya kepada teman-temannya. Saya rasa hal ini dikarenakan anak-anak sudah tidak pernah mendapatkan dongeng-dongeng. Orangtua terkadang malas membacakan dongeng kepada anaknya, mereka malah membiarkan anaknya tidur di depan televisi. Sehingga jarang sekali anak-anak saat ini yang mengerti dongeng.

Televisi telah menguasai dunia anak-anak. Sehingga anak-anak lebih ramah terhadap televisi daripada buku. Dalam hal pendidikan, buku lebih mendidik ketimbang televisi. Hal ini dikarenakan televisi merupakan cerita bergambar yang bisa dinikmati bahkan bisa menyihir anak hingga betah berlama-lama di depan televisi untuk menonton acara kesayangannya. Sedangkan buku akan merangsang anak untuk berimajinasi, sehingga membuat anak dapat berpikir kreatif.

Meskipun tidak semua film mempunyai efek negatif, pastinya ada juga efek positifnya. Beberapa film yang bisa mendidik misalnya saja Denias; Senandung di Atas Awan kisah seorang anak Papua yang mempunyai keinginan keras untuk dapat mengenyam pendidikan formal, yaitu sekolah. Dengan penuh semangat, Denias berjuang untuk bisa sekolah. Namun di kemudian hari terjadi musibah yang menewaskan ibunya serta guru yang mengajar pulang ke Jawa. Namun, dengan kegigihannya serta didukung oleh Guru Sam, Denias dapat meneruskan kembali sekolahnya.

Film-film seperti inilah yang dapat mengajarkan kepada anak bahwa hidup harus mempunyai semangat dan keinginan yang keras. Walaupun kadang film seperti membuat anak menganggap bahwa pendidikan sekolah adalah menjadi kebutuhan utama, sehingga melupakan pendidikan non formal serta bersosialisasi yang tidak kalah penting.

Alangkah baiknya, ketika masih anak-anak banyak disuguhi dongeng dan buku ketimbang nonton film. Ketika masih anak-anak, daya imajinasi serta berpikir kreatif adalah hal yang utama untuk mendidik mereka.

Dongeng—baik yang didongengkan oleh orangtuanya atau dengan membaca buku sendiri—adalah hal yang baik. Seperti dongeng fabel Tiga Tupai Kecil terbitan Mizan, isinya mempunyai beberapa hal positif yang dapat dipetik, misalnya saja mengajari anak memperkenalkan nama-nama hewan, banyak nasihat bijak yang dapat diambil, seperti pentingnya berbagi dan bersahabat, serta menghargai perbedaan.

Sehingga ketika anak menjadi dewasa, dongeng-dongeng tersebut—meskipun sedikit—tetap akan ada yang bisa diingat dengan imajinasinya masing-masing. Hal ini dapat membantu anak dalam bergaul dengan teman sebaya, sehingga nantinya anak tidak menjadi asosial. Karena banyak cerita yang bisa ia bagi dengan teman-temanya, maupun hasil dari pelajaran yang dipetik dari dongeng itu secara tidak langsung bisa terbawa dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan banyaknya pilihan buku dongeng, seharusnya dapat memacu para orangtua memilih dan mendongengkan untuk anak-anaknya. Mengenalkan anak terhadap sesuatu sangat mudah jika dilakukan melalui dongeng. Mengenalkan anak terhadap warna, berhitung, nama binatang, nama tumbuhan dan lain sebagainya itu sangat mudah disampaikan dan ditangkap oleh anak melalui dongeng.
Buku Seri Tokoh Dunia yang diterbitkan oleh PT Elex Media Komputindo juga sangat menarik untuk diberikan kepada anak. Mengenalkan beberapa tokoh dunia yang diceritakan dengan sangat menarik dan mudah dipahami. Dari Sidharta Gautama, Isaac Newton, Julius Caesar dan masih banyak lagi tokoh dunia ada dalam buku Seri Tokoh Dunia.

Dengan begitu si anak dapat mengenali para tokoh sejak dini. Baik sejarah, atau berbagai hal yang ditemukan oleh para tokoh itu. Sehingga sejak dini anak mempunyai semangat dan cita-cita, setidaknya impian untuk menjadi seperti mereka. Setidaknya ketika si anak mempunyai impian atau cita-cita menjadi seperti para tokoh dunia, si anak tidak akan malas, namun mencotoh hal-hal yang dilakukan oleh para tokoh.

Tentunya hal seperti ini tidak lepas dari peran aktif orangtua dalam mendidik anak serta mengarahkan anak untuk membaca buku. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi contoh yang baik. Kalau otangtuanya saja malas membaca buku dan mendongeng untuk anaknya, bagaimana bisa berharap nantinya si anak mau membaca buku.

Anak-anak adalah makhluk yang pandai menirukan sesuatu dengan cepat, baik hal baik maupun hal buruk. Jika sejak dini diperkenalkan terhadap hal yang baik, melalui dongeng atau buku niscaya si anak ketika dewasa akan cinta dongeng dan cinta terhadap buku.

Leave a comment »

Cara Mengatasi Anak Autis

Menurut Rosdiana Tarigan MPsi MHPEd, ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua yang mengetahui anaknya mengalami gejala autis, antara lain:

Konsultasi
Jika kita mengalami ada sesuatu yang berbeda pada anak, maka segera konsultasikan ke dokter atau psikolog. Semakin cepat ditangani, semakin baik. Apalagi jika si anak masih di bawah 3 tahun.

Diet
Untuk anak yang terkena autis, orang tua bisa membantunya dengan cara diet. Karena dengan diet yang tepat, kemungkinan anak untuk sembuh lebih besar. Diet ini juga harus dilakukan dengan ketaatan dan disiplin dari orang tua.

Terapi
Banyak cara menyembuhkan anak dalam autis. Terapi bisa menjadi obat penyembuhan autis. Jangan terlambat untuk memberi terapi yang tepat pada anak.

Tambah informasi
Cari informasi mengenai autis sebanyak-banyaknya, bisa melalui buku-buku, internet atau literature lainnya.

Kelompok atau Komunitas
Buatlah suatu komunitas bagi orang tua yang mempunyai anak dalam keadaan autis. Dari sekedar berbagi cerita, para orang tua yang anaknya autis bisa menambah pengetahuan, pengalaman dan informasi.

Jangan Menyerah
Apabila anak Anda terkena autis, berusahalah dalam menyembuhkan anak. Jangan pernah menyerah dan selalu berpikir positif untuk kesembuhan anak Anda (Inggrid N).

Leave a comment »

Lulus TK Bisa Baca, Kenapa Tidak?

KONTROVERSI masuk sekolah dasar (SD) wajib bisa baca terus berkembang. Seperti diberitakan Jawa pos (7/7 2008), Dispendik Surabaya mengeluarkan instruksi tegas melarang penerimaan siswa baru SD melakukan seleksi akademik. Namun, masih banyak sekolah yang nekat melaksanakan seleksi siswa baru dengan tes kemampuan baca-tulis.

Sesuai dengan surat keputusan Kadispendik Surabaya No 422/2931/436.5.6/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik di Kota Surabaya Tahun Pelajaran 2008/2009, penerimaan siswa kelas 1 SD harus berdasar acuan telah berusia 7-12 tahun. Yang terpenting, tidak boleh diadakan seleksi akademis.

Yang jadi pertanyaan, benarkah lulusan TK (taman kanak-kanak) tidak boleh dibekali dengan kemampuan baca tulis? Terlepas dari kontroversi PSB ke SD dengan atau tanpa tes baca tulis, yang jelas anak usia 4-6 tahun memiliki peningkatan perkembangan kecerdasan cukup pesat, dari 50 persen menjadi 80 persen.

Usia 4-6 tahun merupakan masa peka bagi anak. Saat itu, terjadi pematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespons stimulasi yang diberikan lingkungan. Dengan demikian, dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.

Mengapa ada praktisi pendidikan yang berpendapat agar anak tak diajari baca tulis sebelum berusia tujuh tahun? Itu tidak lebih sebagai warning kepada pendidik siswa prasekolah dan orang tua agar tidak gegabah dalam mengajarkan “membaca” kepada anak dalam rentang golden age tersebut. Penting bagi orang tua dan guru TK untuk memelihara lingkungan yang aman bagi anak usia ini. Praise (pujian), patience (kesabaran), dan practice (praktik) merupakan tiga keterampilan mendasar yang harus dimiliki pendidik dan orang tua selama mendampingi anak belajar membaca.

Dalam standar kompetensi kurikulum TK Depdiknas, antara lain, disebutkan anak mampu mendengarkan, berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, dan mengenal simbol-simbol yang melambangkannya untuk persiapan membaca dan menulis. Dari kurikulum itu, jelas bahwa awal pembelajaran membaca adalah masa prasekolah.

Yang harus ditekankan, mereka belum siap membaca secara formal. Sehingga, untuk mengantarkan anak usia prasekolah pada pemahaman bahwa ada hubungan antara bahasa lisan dengan tulisan (pra membaca) diperlukan perlakuan khusus. Misalnya, kegiatan mendengarkan dan membedakan bunyi suara dan mengucapkannya, mendengarkan dan menceritakannya secara sederhana, menghubungkan gambar dengan kata, menghubungkan tulisan dengan simbol yang melambangkannya. Itu akan mengantar anak cepat membaca dengan sendirinya.

Dengan pembelajaran yang benar tersebut, banyak orang tua bertanya kepada guru TK, mengapa anaknya tiba-tiba bisa membaca koran? Padahal, orang tua tidak pernah mengajarinya. Semua itu terjadi karena mereka memiliki pengalaman yang menarik sehingga mampu mendorongnya untuk belajar membaca dengan baik tanpa melalui proses drill dan drill. Proses drill justru akan menjauhkan anak dari proses alamiah mereka, yaitu bermain. Bagi anak usia prasekolah, bermain adalah sumber inspirasi dalam belajar.

Sebenarnya, dalam PSB ke SD, masih bisa dibenarkan tes baca tulis dan berhitung. Dengan catatan, itu dilakukan untuk observasi kepribadian siswa, bukan untuk tujuan tes akademik.

Masih banyaknya sekolah yang nekat melakukan tes baca tulis lebih disebabkan kekhawatiran guru, mengingat tekanan akademik yang dialami siswa kelas 1 SD saat ini amat berat. Beban pelajaran formal seperti IPA, IPS, matematika, bahasa Jawa, bahasa Indonesia adalah beban yang langsung harus dihadapi siswa kelas 1 SD. Proses belajar membaca yang benar di TK akan sangat membantu siswa ketika dia masuk jenjang sekolah dasar.

Leave a comment »

Menggali Potensi Anak

Anak adalah berkah dan karunia Tuhan yang dititipkan kepada orang tua sebagai pemegang amanah. Dalam menjalankan amanah tersebut orang tua mewarnai kepribadian anak lewat torehan pola pendidikan yang diterapkan sejak usia dini. Keluarga sebagai based learning bagi anak merupakan sekolah pertama bagi anak. Karena melalui keluarga sebagian besar kehidupan anak berlangsung.

Menurut Hurlock (1994) dan (Munandar (1999) , bila ditinjau dari psikologi perkembangan, masa anak dapat terbagi menjadi :

* Masa bayi, yaitu sejak lahir sampai akhir tahun kedua

* Masa awal anak atau masa kanak-kanak, ayitu dari permulaan tahun ketiga sampai pada usia enam tahun. Masa ini juga disebut masa prasekolah karena anak sudah mulai bersekolah di kelompok bermain (play group) dan taman kanak-kanak (kindergarten)

* Masa anak lanjut atau masa sekolah, yaitu dari usia 6 sampai 12 tahun. Masa ini disebut juga masa usia sekolah dasar

* Masa remaja yaitu masa menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif serta mengharapkan & mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

Setiap tahap perkembangan memiliki tugas belajarnya sendiri, mulai dari tugas perkembangan motorik, intelektual, sosial, emosi dan kreativitas. Oleh karena itu orang tua, sekolah dan pemerintah haruslah bersinergi dalam menciptakan iklim pendidikan yang kondusif bagi anak. Karena setiap manusia mempunyai fitrah sebagai pendidik.

Anak memiliki keunikan sendiri, dimana setiap anak mempunyai karakteristik yang khas. Berdasarkan keunikan ini maka orang tua, pendidik dan lingkungan harus dapat melihat potensi anak.

Potensi adalah kemampuan atau kekuatan atau daya, dimana potensi dapat merupakan bawaan (bakat) dan hasil dari stimulus atau latihan dalam perkembangan anak.

Seringkali terjadi bahwa orang tua dan guru tidak dapat mengenali potensi anak, sehingga anak-anak yang berpotensi dan berbakat tidak mendapatkan penanganan yang tepat. Bahkan anak-anak yang tidak berprestasi dikarenakan mereka tidak diberikan stimulus dan pelatihan untuk mengembangkan potensinya secara optimal.

Namun dalam melatih potensi anak, orang tua dan pendidik juga harus mengasah kreativitas anak. Karena tanpa melatih kreativitas anak maka potensi kecerdasan dan bakat anak menjadi rendah. Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah (Munandar, 1999).

Ciri-ciri anak yang kreatif adalah :

* wajahnya cerah dan berfisik dinamis

* berminat luas mulai dari musik-mata pelajaran-politik

* sering bertanya yang berbobot

* selalu ingin tahu, atau mendapat penjelasan yang berdasar ilmiah

* tidak berbatas tembok status

* berani ambil resiko

* mempunyai banyak alternatif untuk menyeleasikan masalah

* tidak cepat puas, hampir selalu ingin sempurna

* berani tampil beda,

* senang menggali pengetahuan

* mempunyai gagasan-gagasan yang original

Selain kreativitas konsep pengajaran menjadi hal yang penting untuk diperhatikan orang tua dan pendidik. Salah satu penunjang munculnya potensi anak secara optimal dengan menggunakan konsep-konsep pendidikan dan pengajaran yang tepat.. Konsep-konsep pengajaran yaitu:

* holistic education , berdasarkan kecintaan lingkungan dan mendorong kreativitas anak

* Montessori, berdasarkan potensi dan karakter anak sesuai dengan perkembangan anak

* Multiple Intellegence /Kecerdasan majemuk, berdasarkan keyakinan bahwa setiap anak memiliki cara belajar yang berbeda

* Smart reader, memacu potensi anak menjadi prestasi

* Thematic Approach, penyampaian berdasarkan tema agar pemahaman anak menyeluruh terhadap suatu materi

* Dll.

Berdasarkan konsep-konsep diatas, maka pada dasarnya konsep pengajaran akan berjalan dengan baik dan potensi anak akan optimal bila orang tua dan pendidik paham terhadap konsep-konsep tersebut.

Menurut Munandar (1999) dan Rachman (2006) untuk memupuk dan menciptakan suasana yang mendukung munculnya potensi anak maka pendidik sebaiknya bersikap :

* Menghargai kreativitas anak

* Terbuka terhadap gagasan-gagasan baru

* Mengakui dan menghargai adanya perbedaan individual

* Menerima dan menunjang anak

* Menyediakan pengalaman belajar yang terdiferensiasi

* Tidak sebagai tokoh yang ”Maha tahu” tetapi menyadari keterbatasan sendiri

* Memberikan keleluasan anak untuk menjalankan model pembelajaran sehingga anak tidak dihambat pemikiran dan sikap serta perilaku kreatif anak

* Sebagai model bagi anak

Sedangkan orang tua diharapkan bersikap :

* Menunjukkan minat terhadap hobi tertentu

* Menyempatkan berdiskusi dengan anak

* Stimulus dengan bahan bacaan dan mainan edukatif

* Menciptakan lingkungan rumah dimana orang tua berperan serta dalam kegiatan intelektual

* Menciptakan lingkungan pembelajaran dan kreativitas seperti mengajak anak bernyanyi, menari, dll

* Perlunya ruang di rumah untuk tempat kreativitas anak

Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan pendidikan bagi anak yang berpotensi yaitu dengan cara memandu dan memupuk minat anak. Orang tua dapat membantu sekolah dalam merencanakan dan menyelenggrakan program-program kunjungan atau proyek-proyek tertentu yang menyentuh sendi-sendi kehidupan dan sekolah dapat memfasilitasi potensi anak dengan menumbuhkan kreativitas mereka. Setiap anak memiliki keunikan dan kekhasan pribadinya masing-masing yang mempengaruhi tingkah lakunya dalam belajar. Oleh karena itu orang tua harus menyadari perkembangan kepribadian anak, dengan memahami perkembangan anak maka kita dapat memecahkan masalah pendidikan. Dan dengan tingkat pemahaman besar terhadap perkembangan anak membuat orang tua dan pendidik dapat menggali potensi anak sesuai dengan minat dan bakat mereka.
8 Ju

Leave a comment »

Peranan Pendidikan Bagi Anak Usia Dini

Peranan pendidikan adalah suatu peranan yang menentukan kualitas pendidikan seorang anak di usia dini.  Begitu juga dengan pengaruhnya pada pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian seorang anak.

Di usia awal dasar-dasar kepribadian anak mulai terlihat dan kita sebagai orang terdekat harus dapat mengarahkan ke jalur yang tepat.

Karena pada masa kecil anak-anak sering mendapatkan gambaran kepribadian yang berbeda dari lingkungan yang ada di sekitarnya, sehingga kita harus berhati-hati berperan dalam pembentukan kepribadian anak itu.

Peranan pendidikan bagi anak usia dini merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.Kepribadian anak akan terbentuk juga di sekolah karena mereka mendapatkan sebuah lingkungan social yang baru.

Lingkungan utama yang berperan dalam pendidikan seorang anak tentu datang dari keluarga inti yaitu ayah, ibu serta adik dan kakaknya. Lingkungan ini merupakan lingkungan yang paling bertanggung jawab dalam mendidik  seorang anak.

Peranan pendidikan yang diberikan orang tua seharusnya memberikan dasar bagi pendidikan anak itu sendiri, proses sosialisasi dan kehidupannya di masyarakat. Dikatakan demikian karena sejak kelahirannya anak berada pada lingkungan keluarga dan di bawah asuhan orangtuanya.

Peranan pendidikan di usia dini tidak hanya untuk memberikan banyak pengalaman belajar seperti yang terjadi pada orang dewasa namun lebih condong pada mengoptimalkan perkembangan kualitas kecerdasannya. Pendidikan ini mencakup seluruh proses stimulasi psikososial tak terbatas pada pembelajaran yang berada dalam kelas atau di sekolah.

Pendidikan yang penuh pemahaman, pengembangan dan kesempatan seluas-luasnya diberikan pada anak untuk menunjukan potensi dirinya sendiri. Meskipun cara yang ditunjukkan tidak seumum orang dewasa namun itu adalah tugas kita sebagai orangtua untuk memberikan pengarahan yang jelas pada si anak.

Peranan pendidikan bagi anak usia ini harus lebih dipertimbangkan untuk membuat suatu program yang terencana dan sistematis. Karena pada masa seperti sekarang ini anak sebisa mungkin dihindarkan dari suatu pengaruh yang akan membuatnya salah arah.

Dengan demikian anak akan akan terdidik lebih cerdas dan lebih mengembangkan potensi dirinya sehingga dia akan menjadi seorang anak yang berpikir positif dan berpikiran terbuka.

Karena itu kita harus lebih memperhatikan masalah paradigma pendidikan yang tidak mengabaikan aspek pertumbuhan dan perkembangan usia dini serta menekankan aspek moral yang lebih dalam . Dengan begitu si anak akan tumbuh menjadi anak yang lebih berarti bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya.

Leave a comment »